Minggu, 23 Agustus 2015

Tetapi

Ada beberapa hal di dalam hidup gue yang belum terlaksana dengan rapi dan menawan. Sesuatu hal yang sangat gue inginkan tetapi belum tercapai. Ini bukan soal cita-cita, juga bukan kisah asmara, tetapi soal minat yang terpendam lantaran malu untuk merealisasikannya. 

Barusan gue membaca sebuah tulisan dari penulis yang sedang cetar di khayalak pecinta puisi; M. Aan Mansyur. Di dalam tulisannya, gue menemukan sebuah kalimat yang renyah pas dibaca, "Tetapi, kau tahu, hidup selalu punya tetapi."

Kembali ke awal, ada beberapa keinginan dalam hidup gue tetapi belum ke taraf pencapaiannya. Salah satunya adalah gue ingin baca puisi. Udah gitu aja. Jujur, gue menikmati semua puisi dari berbagai penulis, terkenal gak terkenal atau bagus gak bagus. Karena bagi gue, puisi itu adalah kejujuran. 

Waktu gue kelas 3 SMP, memang sudah diwujudkan. Gue baca puisi di depan teman-teman sekelas gue. Di luar kelas, di lapangan bulu tangkis di depan kantin, dan di samping kolam ikan, sedang praktek musikalisasi puisi, pelajaran Bahasa Indonesia. Gue beserta teman sekompok maju di depan guru dan teman-teman, awalnya bukan gue yang ditunjuk untuk membaca puisi saat sesi baca puisi sendirian, namun sesaat ingin tampil, justru gue yang ditunjuk tiba-tiba. Spontan, gue menghafal puisi buatan teman gue, dan kemudian saat eksekusi, puisi yang baru beberapa menit gue hafal malah hilang semuanya. Akhirnya, gue harus merombak di saat gue berdiri dan membaca puisi. Yang awalnya puisi teman gue, berubah jadi puisi dadakan ala gue. Syukurnya, semuanya hening akan penampilan gue saat itu. Entah hening karena apa. Hohoho... 

Lepas dari bangku SMP, sebetulnya gue selalu ingin ikut perlombaan baca puisi, nulis cerpen, dan lain-lainnya yang berhubungan dengan dunia sastra. Tetapi, semua hanyalah keinginan belaka. Bisa menginginkan tetapi tidak bisa menentukan. Alhasil, gue selalu memandang dari jarak kejauhan bila melihat teman-teman sedang lomba baca puisi dan berdiri di lapangan sekolah pas tempat pembina upacara menyampaikan pidatonya. Dalam hati selalu bersuara, "kapan lo berani tampil ke depan?"

Dan sekarang, gue masih malu untuk tampil ke depan, padahal banyak perkumpulan teman-teman se-takdir yang ditakdirkan suka dengan puisi. Itulah keinginan gue; gue ingin baca puisi. Menyampaikan kejujuran lewat kata per kata dan intonasi, memberikan pesan pada bait yang didengarkan dan memekik rindu pada semua kejujuran. 

Namun semua hanya keinginan yang masih disisipakan kata "tetapi". 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar