Minggu, 06 September 2015

Berakhir Indah

Untuk kali ini, aku tak merasa sedang bersembunyi. Dan untuk kali ini, aku tak merengek memintamu kembali, dan aku pun juga berharap dirimu tak pernah datang lagi dan kembali lagi. Semua telah jelas, semua telah menjadi biasa, dan semua telah kembali ke awal. Perasaan itu sirna, kosong, dan hampa. Hanya bahagia yang tersisa, tak ada lagi ingatan tentangmu yang tak enak dirasa. Karena semua tentangmu adalah tentang kebahagiaan. 

Terima kasih pernah hadir di dalam waktu yang singkat ini. Banyak hal yang selalu kupelajari dari semua peristiwa yang pernah aku dan kamu alami. Satu hal untukku darimu dan untuk yang lainnya, bahwasanya aku selalu merasa bahagia bila melihat orang bahagia. Semoga kehidupanmu dan kehidupanku makin bahagia, karena aku dan kamu tak lagi saling menyakiti satu sama lain. 

Kamis, 03 September 2015

The Face

Di dunia ini sudah berbagai macam muka bertebaran. Ada muka polos, muka malaikat, muka dua, muka tembok, dan bahkan tak punya muka, lebih parahnya lagi kalau cari muka. Muka-muka yang sulit ditebak secara visual. Muka-muka yang pandai berdrama. Di antara itu semua, kalian memiliki muka yang mana?!

Kiamat Rindu



Di saat langit menjadi buta
Aku tak bisa melihat apa-apa
Selain rindu yang hadir di pelupuk mata
Rindu yang terus bergelayut
Dan mencolokku tiba-tiba

Perih tak lagi dirasa
Sakit hanya tinggallah belaka
Aku sudah mencoba mengatasi
Kerinduan yang panjang ini
Tak tak pernah berhasil

Kerinduku kepadamu telah menjadi juara
Bahkan apabila langit membuka mata
Kerinduan itu tak terkalahkan
Makin mencerahkan

Sebab rindu adalah rotasi
Yang terus berputar di dalam pikiran dan sebuah perasaan
Hingga nanti kerinduan itu terhenti
Kutemukan dirimu sudah kiamat bagiku
Kiamat Rindu 

***
Arnita

Sabtu, 29 Agustus 2015

Just My Imagination

Awalnya mungkin tak pernah mengira, tak pernah terbesit rasa ragu, tak pernah menyangka bakal ada hal buruk, dan tak pernah lainnya yang tak pernah terpikirkan. Semua itu terangkum atas dasar percaya. Percaya pada satu jiwa. Yang entah siapa tak diketahui wujudnya.

Di dalam hidup ini, memang tak semua orang dapat dipercaya, namun tak semua orang juga dapat menjaga rahasia. Hidup ini pilu. Ketika rasa percaya, dikhiananti mentah-mentah. Dan rahasia, bukanlah suatu rahasia, melainkan hanya ucapan belaka yang disimpan dan kapan saja dapat ditumpahkan.

Dalam kehidupan ini rasa percaya akan tumbuh jika sudah benar-benar melihat, utuh. Tapi jangan lupa, ada sesuatu hal yang tak terlihat namun dapat dipercaya. It's imagination. Dan kamu seperti imajinasi. Imajinasi yang hanya hidup bukan di dunia sebenarnya. Imajinasi yang selalu menampung semua cerita meski dicelupkan ke dalam bejana yang berlubang. Sia-sia. Dan itu sulit dipercaya. Karena kepercayaan yang sulit dipercaya adalah kepercayaan yang dikhiananti orang yang dipercaya. Just it.

Rabu, 26 Agustus 2015

New Love

Setiap pagi saya selalu menemukan cinta yang baru. Cinta yang disisihkan secara cuma-cuma oleh sebagian orang. Cinta seorang bapak yang mengantar anaknya sekolah, cinta seorang abang gojek mengantar penumpangnya, cinta seorang tukang parkir menjaga kendaraan yang dititipkannya. Dan cinta siapa saja yang dapat diakatakan cinta, meski bukan berarti makna cinta sebenarnya.

Cinta itu unik. Dapat hadir oleh siapa saja dan sebab apa saja, entah karena pekerjaannya kah, karena eksistensinya kah, atau karena yang lainnya yang membuat diri menjadi semangat karena faktor cinta. 

Cinta itu menarik, seperti melihat seseorang tersenyum yang mampu menciptakan kebahagiaan bagi orang yang melihatnya. 

Dan semuanya adalah cinta yang sederhana, yang menjadikan keikhlasan sebagai bahan utamanya. Karena ikhlas membuat cinta selalu baru dan tersirat.

***





Senin, 24 Agustus 2015

Sepi

Kalau dipikir-pikir, hidup itu sepi ya, jika tidak ada komentar dan perbincangan. Hidup terasa sepi itu ibarat sosial media, cuma bisa melihat postingan orang lain, retweet postingannya atau like postingannya tapi tanpa memberi komentar dan tanpa ada perbincangan atau sekedar chat biasa. Kayak di blog gue aja, gak ada yang komentar dan pastinya gak ada perbicangan, sepi. Makanya buat para pembaca, beri komentarnya dong di sini, jangan beri komentar lewat chat pribadi. Hehehe 

Hidup itu kayak hidup di sosial media, ada yang hidupnya selalu pamer dengan postingan-postingannya tapi giliran diberi komentar malah gak ada balasan, hidupnya cuma untuk pamer dan gak terima perbincangan. Ada juga yang hidup di sosial media hanya untuk dagang, yang seperti itu mungkin dapat dikatakan "hidup", selain selalu dikomentari dan tentunya selalu ada perbincangan meskipun perbincangan di sini hanya untuk penjual dan pembeli yang berminat, kalau tidak berminat, maka sepilah hidupnya. Ada juga yang kehidupannya ramai, tapi sayangnya hidupnya terasa ramai jika di sosial media saja alias hanya di dunia maya, selebihnya hidupnya sepi di dunia nyata.

Hmm... pasti masih pada bingung ya ini tulisan absurd apa?

Jadi, intinya hidup itu sepi jika tanpa perbincangan. Kayak tempo hari di salah satu stasiun di Jakarta, kelihatannya sih ramai pengunjung, tapi suasana di sana justru sepi. Karena mereka memiliki dunia ramai yang tersendiri; dunia maya. Dan yang lebih gak enaknya lagi, di dunia nyata terasa sepi, di dunia maya juga ikutan sepi. Gak ada kehidupan yang menarik. Memang begitulah, kalau hidup tanpa ada komunikasi dengan orang lain. 

Minggu, 23 Agustus 2015

Tetapi

Ada beberapa hal di dalam hidup gue yang belum terlaksana dengan rapi dan menawan. Sesuatu hal yang sangat gue inginkan tetapi belum tercapai. Ini bukan soal cita-cita, juga bukan kisah asmara, tetapi soal minat yang terpendam lantaran malu untuk merealisasikannya. 

Barusan gue membaca sebuah tulisan dari penulis yang sedang cetar di khayalak pecinta puisi; M. Aan Mansyur. Di dalam tulisannya, gue menemukan sebuah kalimat yang renyah pas dibaca, "Tetapi, kau tahu, hidup selalu punya tetapi."

Kembali ke awal, ada beberapa keinginan dalam hidup gue tetapi belum ke taraf pencapaiannya. Salah satunya adalah gue ingin baca puisi. Udah gitu aja. Jujur, gue menikmati semua puisi dari berbagai penulis, terkenal gak terkenal atau bagus gak bagus. Karena bagi gue, puisi itu adalah kejujuran. 

Waktu gue kelas 3 SMP, memang sudah diwujudkan. Gue baca puisi di depan teman-teman sekelas gue. Di luar kelas, di lapangan bulu tangkis di depan kantin, dan di samping kolam ikan, sedang praktek musikalisasi puisi, pelajaran Bahasa Indonesia. Gue beserta teman sekompok maju di depan guru dan teman-teman, awalnya bukan gue yang ditunjuk untuk membaca puisi saat sesi baca puisi sendirian, namun sesaat ingin tampil, justru gue yang ditunjuk tiba-tiba. Spontan, gue menghafal puisi buatan teman gue, dan kemudian saat eksekusi, puisi yang baru beberapa menit gue hafal malah hilang semuanya. Akhirnya, gue harus merombak di saat gue berdiri dan membaca puisi. Yang awalnya puisi teman gue, berubah jadi puisi dadakan ala gue. Syukurnya, semuanya hening akan penampilan gue saat itu. Entah hening karena apa. Hohoho... 

Lepas dari bangku SMP, sebetulnya gue selalu ingin ikut perlombaan baca puisi, nulis cerpen, dan lain-lainnya yang berhubungan dengan dunia sastra. Tetapi, semua hanyalah keinginan belaka. Bisa menginginkan tetapi tidak bisa menentukan. Alhasil, gue selalu memandang dari jarak kejauhan bila melihat teman-teman sedang lomba baca puisi dan berdiri di lapangan sekolah pas tempat pembina upacara menyampaikan pidatonya. Dalam hati selalu bersuara, "kapan lo berani tampil ke depan?"

Dan sekarang, gue masih malu untuk tampil ke depan, padahal banyak perkumpulan teman-teman se-takdir yang ditakdirkan suka dengan puisi. Itulah keinginan gue; gue ingin baca puisi. Menyampaikan kejujuran lewat kata per kata dan intonasi, memberikan pesan pada bait yang didengarkan dan memekik rindu pada semua kejujuran. 

Namun semua hanya keinginan yang masih disisipakan kata "tetapi".